Senin, 17 Maret 2014

Intensitas Hujan Tinggi ,Dinkes Kota Blitar Lakukan Fogging

Tingginya angka penyakit DBD dikota Blitar membuat dinkes kota blitar bergerak cepat dengan melakukan antisipasi karena diperkirakan pada tahun 2013 ini musim hujan lebih lama jangka waktunya yang dimulai pada pertengahan september sampai nanti pada akhir maret 2014.

Selain itu intensitas hujan juga tinggi sehingga air yang mengalir dari saluran drainase dipastikan volume daya tamping juga ikut besar atas hal itu dinkes kota bitar diwakii kasi P2 (pemberantasan dan pencegahan penyakit) Didik Joko Waskito mengatakan maka selain melakukan fogging rutin.

Dinkes Kota Blitar sudah membentuk kelompok yang ada di 21 kelurahan kota Blitar terdiri dari 167 petugas untuk membantu pemberantas nyamuk DBD di pemukiman maupun di saluran drainase yang ada di kota Blitar.

Menurut Didik nantinya di 21 kelurahan akan ada 8 orang petugas per desa yang membantu masyarakat untuk mengatasi penyebaran, pencegahan jentik nyamuk dengue dan membantu mengenali gejala penyakit DBD.

Sejak awal Fogging dan penerjunan tim petugas akan dilaksanakan setiap 1 minggu sekali. Hal ini dilakukan karena jentik telur nyamuk dengue membutuhkan waktu 10 hari untuk menjadi nyamuk dewasa yang sudah siap mencari darah. (nda).

Sumber: http://www.mayangkararadio.com/lang-lang-kota/sosial-politik/item/2472-intensitas-hujan-mulai-tinggi-dinkes-kota-blitar-lakukan-fogging

Kamis, 13 Maret 2014

Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan Antara Malaysia Dan Indonesia

Kesehatan merupakan hak setiap manusia di dunia. Hal ini tertuang jelas dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia pasal 25 ayat (1) “setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

Dengan landasan inilah setiap negara berusaha memenuhi hak kesehatan bagi warga negaranya. Sistem pembiayaan kesehatan yang dipakai setiap negara pun berbeda-beda. Secara umum sistem pembiayaan di dunia terbagi menjadi 4 tipe yaitu Konsep Asuransi swasta dengan subsidi pemerintah ( Traditional Sickness Insurance), Konsep pemerintah membiayai asuransi kesehatan nasional (National Health Insurance), Konsep penyediaan layanan kesehatan oleh pemerintah (National Health Service), Campuran antara pembiayaan tradisional dan pembiayaan kesehatan nasional (Health Insurance dan Health Service).

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sistem pembiayaan kesehatan antara Negara Malaysia dengan Negara Indonesia. Walaupun kedua negara ini merupakan satu rumpun bangsa tetapi sistem pembiayaan kesehatan yang digunakan ternyata berbeda. Negara Malaysia menganut sistem yang hampir sama dengan Negara Inggris sedangkan Indonesia mulai tahun 2014 menggunakan sistem berbeda dari tahun sebelumnya yaitu sistem jaminan kesehatan nasional (SJKN).

Malaysia (State Funded System atau Tax Based System)
Sistem pembiayaan kesehatan di Negara Malaysia berkembang lebih awal dan lebih maju dibandingkan dengan negara Indonesia karena negara Malaysia merupakan negara persemakmuran Inggris. Dimulai pada tahun 1951 dengan mewajibkan pegawai untuk memulai tabungan wajib pegawai yang digunakan sebagai tabungan hari tua. Warga yang tidak diwajibkan untuk mengikuti tabungan wajib hari tua difasilitasi oleh lembaga EPF (Employee Provident Fund). Selain itu negara juga menjamin warga yang mendapat kecelakaan kerja atau pensiunan cacat dengan difasilitasi oleh lembaga SOSCO (Social Security Organitation).

Sistem pembiyaan kesehatan di Malaysia terbagi menjadi dua yaitu kesehatan publik dan kesehatan privat. Untuk kesehatan publik sumber dana berasal dari beberapa sumber yaitu pajak masyarakat yang dibayarkan langsung kepada pemerintah federal, anggaran pendapatan negara tahunan, dan dari lembaga SOSCO dan EPF. Dana ini kemudian dialokasikan untuk program preventif dan promotif seperti kesehatan lingkungan, izin fasilitas kesehatan, Inspeksi Bangunan, kontrol terhadap vektor kebersihan, kontrol terhadap kualitas makanan, kontrol terhadap penyakit menular, kontrol terhadap kebersihan air, dan perencanaan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk program kuratif dan rehabilitatif, Pemerintah Malaysia menetapkan Universal Coverage yaitu semua warga dijamin atas pelayanan kesehatan yang diterima dengan hanya iur bayar 1 RM (Ringit Malaysia) untuk berobat pada dokter umum serta 5 RM untuk berobat pada dokter spesialis. Namun beberapa penyakit berat dengan harga pengobatan yang mahal tidak tercakup dalam sistem pembiayaan kesehatan ini. Selain untuk program preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, Dana kesehatan juga digunakan untuk pembiayaan pendidikan calon tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, apoteker dan lain sebagainya.

Biaya pengobatan yang di keluarkan warga untuk berobat relatif murah (1 RM – 5 RM) maka antrian pengobatan di rumah sakit pemerintah tergolong panjang (untuk penyakit kritis akan didahulukan) sehingga bagi warga yang tidak sabar untuk mendapatkan layanan pengobatan akan memilih berobat di sektor swasta dengan uang sendiri (out of pocket). Atau mereka mengikuti asuransi kesehatan yang disediakan lembaga swasta dengan penyakit tertentu yang tidak tercover oleh pembiayaan kesehatan dari pemerintah.

Biaya operasional kesehatan di negara Malaysia tergolong murah karena pemerintah membebaskan pajak untuk alat kesehatan dan obat-obatan. Dokter dibatasi hanya boleh berpraktik di satu tempat yaitu pelayanan kesehatan milik pemerintah atau memilih bekerja di satu tempat pelayanan kesehatan milik swasta. Gaji dokter juga sangat tinggi sehingga mutu kesehatan di negara Malaysia terjamin kualitasnya.

Rumah sakit milik pemerintah melakukan klaim pembiayaan kesehatan dengan melihat besarnya pengeluaran untuk kesehatan di tahun sebelumnya kemudian mengajukan anggaran pembiyaan kepada Kementrian Kesehatan / MoH ( Ministry of Health )

Kelebihan Model Pembiayaan Malaysia
1. Masyarakat iur bayar dengan harga yang sangat murah yaitu 1 RM – 5 RM
2. Walaupun Tenaga kesehatan (dokter) hanya boleh berpraktik di satu tempat tetapi terjamin kesejahteraannya yaitu dengan gaji yang cukup tinggi
3. Biaya operasional kesehatan tergolong murah karena alat kesehatan dan obat-obatan dibebaskan dari pajak
4. Anggaran kesehatan dialokasikan juga untuk pembiyaan pendidikan tenaga kesehatan
5. Pelayanan kesehatan milik pemerintah terstandarisasi
6. Akses pelayanan kesehatan mudah. Setiap penduduk tinggal maksimal 5 km dari layanan kesehatan (Rumah sakit atau klinik pemerintah)
7. Pajak langsung dibayarkan ke pemerintah federal sehingga tidak ada dana yang terhambat di daerah
8. Mencangkup lebih banyak orang sampai 100% (universal coverage)
9. Sumber pendanaan berasal dari banyak sektor ( pajak, APBN, EPF, SOSCO, dll)
10. Lebih mudah dikelola

Kekurangan Model Pembiayaan Malaysia
1. Dengan iur bayar yang murah dan layanan kesehatan yang terstandar, antrian warga berobat panjang. Rumah sakit dan klinik pemerintah padat oleh pengunjung dengan jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang terbatas
2. Pembayaran untuk biaya operasional rumah sakit atau klinik pemerintah dengan cara melihat pengeluaran tahun sebelumnya sehingga kemungkinan rumah sakit bisa mengalami kerugian apabila terjadi pembengkakan biaya untuk tahun selanjutnya.
3. Bersifat kurang stabil atau kurang memadai karena anggaran secara tahunan harus bersaing dengan dinas lain / bagian lain
4. Tidak efisien karena cenderung menguntungkan yang kaya dibanding dengan masyarakat miskin apabila tidak ada kondisi yang mendukung misalnya pertumbuhan ekonomi yang baik, administrasi pajak yang profesional dan institusi yang kompeten
5. Rentan terhadap “moral hazard” karena masyarakat akan tergantung dengan pelayanan kesehatan yang gratis sehingga keinginan menjaga kesehatan menjadi rendah

Indonesia
Usaha Indonesia dalam mengikuti arahan PBB dalam menjamin kesehatan warga negaranya sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani kepesertaan dari pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk masyarakat miskin dan tidak mampu Namun demikian biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.

Sehingga pada tahun 2004 sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia berubah dengan dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 19 yang berbunyi “Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip equitas”. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).

Presiden dalam hal ini selaku pemegang kekuasaan tertinggi negara merupakan orang yang bertanggung jawab penuh adanya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dibawah presiden terdapat 4 stakeholder utama dalam berjalannya sistem ini yaitu Kementrian keuangan yang mempunyai peran dalam pengalokasian dana serta mengawasi pengelolaan dana yang dikelola oleh BPJS melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Kementrian Kesehatan yang bertugas dalam membuat regulasi tentang aturan sistem kesehatan, penjaminan mutu layanan kesehatan, pemerataan layanan kesehatan di berbagai wilayah Indonesia serta Monitoring dan evaluasi berjalannya sistem jaminan kesehatan nasional.

DJSN (Dewan Jaminan Sosial Kesehatan) berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Stakeholder ke empat yaitu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yaitu lembaga independen yang berfungsi dalam pengelolaan premi dari peserta JKN dan penyaluran premi kepada penyedia layanan kesehatan dalam bentuk kapitasi dan INA CBG’s. Dalam menjalankan tugasnya BPJS dibantu oleh Dewan pengawas dan dewan direksi. Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat. Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Fungsi Dewan Pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelak¬sanaan tugas BPJS. Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan haknya.

Kepesertaan JKN terbagi menjadi dua yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah dan non PBI yang terdiri dari penerima upah (PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non PNS, Pegawai Swasta, dll) , bukan penerima upah dan bukan pekerja (Investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, dll) dengan pembayaran sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Penyedia layanan kesehatan (PPK) dibagi menjadi 3 yaitu PPK 1 yaitu klinik, praktik dokter umum, dokter gigi, dokter keluarga, puskesmas. Sedangkan PPK tingkat 2 dan 3 yaitu RSUD, RS spesialis.

Kelebihan Sistem JKN
1. Dibandingkan dengan asuransi yang bersifat komersial, JKN merupakan asuransi sosial yang tidak mencari nirlaba/ profit
2. Semua warga bisa tercakup dalam sistem pembiyaan JKNhingga 100% (Universal Coverage)
3. Pemerintah tidak terlalu terbebani karena sebagian biaya pengobatan ditanggung oleh warga sendiri dengan sistem bayar premi
4. Warga yang tidak mampu pembayaran premi menjadi tanggung jawab pemerintah (peserta PBI)

Kekurangan Sisten JKN
1. Adanya kemungkinan fraud (kesalahan koding, perubahan prosedur, peminimalisisran tindakan dan pemeriksaan diagnosis karena dana yang terbatas)
2. Tenaga kesehatan dibayar dengan standar (sesuai pagu yang ditetapkan oleh BPJS disesuaikan dengan jenis penyakit)
3. Mutu kualitas layanan bisa mengalami kemunduran ( dengan biaya INA CBG’s yang terbatas, penyedia layanan kesehatan harus mengelola dengan bijak agar tidak mengalami kerugian)
4. Ketimpangan penggunaan layanan kesehatan antara daerah kota dengan daerah pelosok (terbatas dengan ketidak adanya tenaga kesehatan dan peralatan yang memadai) dengan demikian daerah perkotaan akan lebih mudah mengakses sarana kesehatan dibandingkan dengan daerah pelosok sehingga penyaluran dana premi diserap lebih banyak di daerah perkotaan.



Perbedaan Sistem Pembiayaan antara Malaysia dengan Indonesia
No
Faktor Pembeda
Malaysia
Indonesia
1
Sistem pembiayaan kesehatan
Biaya kesehatan ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat. Biaya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kepada pemerintah federal dan masyarakat juga diharuskan iur biaya sebesar 1RM-5RM . Alokasi dana ditentukan oleh Kementrian keuangan dan sistem pembiayaan kesehatan langsung dikendalikan oleh kementrian kesehatan / Ministry of Health (MoH)
Pemerintah membentuk badan non bank yang bertanggung jawab dalam pengumpulan pembayaran premi masyarakat dan pembayaran klaim penggunaan layanan kesehatan oleh penyedia jasa layanan kesehatan dalam bentuk kapitasi dan INA CBG’s. Kementrian kesehatan sebagai pembuatan kebijakan (regulator)
2
Sumber biaya
Pajak dan iur masyarakat
Premi
3
Pengelola sistem pembiyaan kesehatan
Kementrian Kesehatan / MoH (Ministry of Health)
Kementrian kesehatan sebagai regulator serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem kesehatan, BPJS sebagai badan pengumpul dan penyalur premi melalui kapitasi dan INA CBG’s
4
Cakupan kepesertaan
Bisa mencapai 100% (universal coverage)
Bisa mencapai 100% (universal coverage)
5
Pembayaran oleh peserta
Warga iur bayar 1 RM-5 RM setiap berobat ke klinik/RS
1.    penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp19.225.
2.    Non PBI
-          TNI dan Polri sebesar 5% dari gaji pokok dan tunjangan tetap. (pemerintah subsidi 3%, dari potongan gaji 2%)
-          Premi bagi pekerja formal juga sebesar 5% dengan porsi pemberi kerja membayar 4,5% dan pekerja 0,5% sampai Juni 2015. Setelah itu, dimulai pada sebulan sesudahnya, premi yang dibayar pemberi kerja 4% dan pekerja 1%.
·         Kelas 1 = membayar premi Rp 59.500,00 per bulan
·         Kelas 2 = membayar premi Rp 45.500,00 per bulan
·         Kelas 3 = membayar premi Rp 25.500,00 per bulan
6
Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan (dokter) dibayar dengan gaji yang tinggi dan hanya boleh berpraktik pada satu tempat
Dibayar standar sesuai pagu yang telah diatur oleh BPJS. Dokter bisa berpraktik maksimal di 3 tempat
7
Penyedia layanan kesehatan
Klinik/RS pemerintah
Penyedia layanan tingkat I :
Dokter keluarga, puskesmas, klinik
Penyedia layanan tingkat lanjut
Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit spesialis
8
Paket Manfaat
Paket manfaat bersifat komprehensif mulai dari upaya promotif (kampanye hidup sehat), preventif (kontrol sanitasi lingkungan, inspeksi banguanan, kontrol sanitasi makanan) penyediaan pelayanan tingkat pertama sampai lanjutan.
Paket manfaat yang ditawarkan bersifat komprehensif. Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans. Beberapa layanan tidak ditanggung dalam BPJS


Daftar Pustaka

Jaafar, Safurah Noh. Kamaliah, Mohd Muttalib. Khairiyah, Abdul Othman. Nour, Hanah. Healy, Judith (2013). Malaysia Health System Review.Health System in Transation Vol (3).No1

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2012). Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta

Minggu, 02 Maret 2014

BPJS Sepenuhnya Tanggung Jawab Askes Bukan Dinkes Daerah

Pernyataan ini disampaikan Suprayogi Kabid Pelayanan Masyarakat Dinkes kota Blitar saat ditemui tim liputan. Suprayogi mengatakan sesuai rapat di dinas kesehatan provinsi awal desember , penyelenggaran BPJS dan JKN seluruhnya tanggung jawab Perusahaan yang menangani dalam hal ini Pt askes.

Karena Dinkes daerah hanya diberikan masukan untuk memberikan informasi jumlah penerima jamkesda jamkesmas jampersal saja karena nantinya semua yang masuk dam program pemerintah akan berganti administrasi ke BPJS.

Sementara hal yang sama juga disampaikan Kepala Dinkes Provinsi Jawa Timur Harsono mengatakan untuk BPJS dan JKN yang diterapkan ditahun depan seluruhnya sosialisasi ke masyarakat diberikan ke PT askes dan dinkes provinsi maupun dinkes daerah kabupaten kota hanya memberikan informasi diawal saja. BPJS nantinya akan diberlakukan mulai 1 januari 2014 secara bertahap. (nda)

Sumber: http://www.mayangkararadio.com/lang-lang-kota/sosial-politik/item/2536-bpjs-sepenuhnya-tanggung-jawab-askes-bukan-dinkes-daerah

Dinkes Kota Blitar Kesulitan Mengawasi Praktek Dokter

Dinkes Kota Blitar kesulitan mengawasi praktek dokter yang melanggar aturan ijin praktek. Hal ini seperti disampaikan Suprayogi Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Blitar mengatakan hingga saat ini pihaknya masih kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap para dokter yang diduga melakukan praktek di lebih dari 3 tempat selama ini sesuai dengan aturan.

Dinkes hanya mengeluarkan surat ijin praktek (SIP) bagi para dokter praktek sebanyak 3 SIP saja untuk tiap-tiap dokter. Sementara bila pada kenyataannya mereka menggelar praktek di lebih dari 3 tempat. Dinas kesehatan sulit melakukan pembuktian kecuali bila yang bersangkutan secara terang-terangan memasang papan nama di lokasi yang dimaksud. Di sisi lain hasil cross check Dinkes ke beberapa RS swasta juga didapati bahwa menejemen RS tidak melayani dokter yang praktek di lebih dari 3 tempat sesuai dengan aturan yang ada.

Suprayogi menambahkan Apabila memang didapati adanya dokter yang menyalahi ijin praktek maka pihaknya tidak akan segan-segan melayangkan surat peringatan kepada seluruh tempat pelayanan kesehatan ataupun tempat praktek pribadi dokter agar tidak menyelenggarakan praktek diluar ketentuan. Bila 3 kali peringatan tetap tidak digubris, maka Dinas Kesehatan berhak mencabut surat ijin praktek dokter yang bersangkutan. (nda)

Sumber: http://www.mayangkararadio.com/lang-lang-kota/sosial-politik/item/2329-langgar-aturan-lebih-dari-3x-praktek-ijin-praktek-dokter-bakal-dicabut